PR PANGANDARAN – Pada 13 Maret, Sarath Weerasekara, Menteri Keamanan Publik Sri Lanka, mengumumkan pemerintah melarang pemakaian burqa, menyebutnya sebagai 'tanda ekstremisme agama'.
Bukan hanya itu, Sri Lanka juga menutup lebih dari 1.000 sekolah Islam di negara itu, sehingga banyak yang menganggap Sri Lanka memusuhi Muslim dan menekankan gerakan anti-Muslim.
Lebih lanjut Sarath Weerasekara mengatakan hal itu berdampak langsung pada keamanan nasional Sri Lanka.
Baca Juga: Lakukan Live Streaming 100 Hari di Ruang Terkunci, sang Seniman: Hanya Mengikuti Firasat
Dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari Aljazeera, kabar tersebut kemudian menuai berbagai reaksi dari dunia internasional.
Mulai dari pelapor khusus PBB untuk kebebasan beragama, Ahmed Shaheed, hingga Duta Besar Pakistan untuk Sri Lanka.
Larangan penggunaan burqa di Sri Lanka lantas memicu kehebohan di antara umat Islam. Hal ini dipandang sebagai ‘serangan’ bagi kaum muslim.
Baca Juga: 279 Gadis Nigeria Diculik, 7 Tahun Berlalu Namun Masih Belum Ada Solusi, ini Penyebabnya
Lebih lanjut, Sri Lanka juga melakukan sejumlah tindakan kontroversial atas nama memerangi ekstremisme.
Artikel Rekomendasi