Hal ini diyakini yang semakin mengintimidasi penduduk Muslim dan mengabaikan prinsip-prinsip supremasi hukum.
Semua bermula sejak Sri Lanka mendapatkan kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1948.
Baca Juga: Lesty Kejora Lelah Dituntut jadi Contoh yang Baik, Gilang Dirga: Bodoamat sama Orang Lain!
Sri Lanka diketahui memiliki hubungan yang alot antara mayoritas Buddha Sinhala yang berjumlah sekitar 70 persen populasi dengan minoritas Hindu dan Kristen Tamil yang hanya berjumlah 12 persen.
Selama perang berlangsung, minoritas muslim diketahui jarang menjadi sasaran kelompok Sinhala.
Namun, gerakan anti-muslim diprakarsai oleh Bodu Bala Sena (BBS) dengan biksu Galabod Aththe Gnanasara.
Baca Juga: Nekat Ikut Ritual Mandi di Sungai, Ribuan Orang di India Dinyatakan Positif Covid-19 dalam 3 Hari
BBS adalah kelompok aktivis yang dipimpin biksu Buddha. Kelompok ini menganggap muslim membawa ancaman ‘separatisme sosial’ lewat tindakan esktremisme.
Namun, definisi mereka tentang ekstremisme tampaknya mencakup sebagian besar praktik sehari-hari umat Islam.
Demonstrasi publik dan kampanye media sosial dimulai dari menormalkan ujaran kebencian dan pelecehan terhadap Muslim di Sri Lanka.
Artikel Rekomendasi