PBB Serukan Penghentian Senjata ke Myanmar: Risiko Perang Saudara Berskala Besar Nyata

- 19 Juni 2021, 14:15 WIB
PBB serukan penghentian senjata ke Myanmar harus dilakukan, karena risiko perang saudara skala besar itu nyata.
PBB serukan penghentian senjata ke Myanmar harus dilakukan, karena risiko perang saudara skala besar itu nyata. /Reuters/Ann Wang/

PR PANGANDARAN - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat menyerukan penghentian aliran senjata ke Myanmar.

Selain penghentian aliran senjata, PBB juga mendesak militer Myanmar untuk menghormati hasil pemilihan November dan membebaskan tahanan politik, termasuk pemimpin Aung San Suu Kyi.

Adapun seruan PBB ini mengadopsi resolusi dengan dukungan 119 negara beberapa bulan setelah militer Myanmar menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta 1 Februari lalu.

Baca Juga: Lirik Lagu Anyone - SEVENTEEN dengan Terjemahan Bahasa Indonesia

Belarusia meminta agar teks tersebut divoting dan merupakan satu-satunya negara yang menentangnya, sementara 36 abstain, termasuk Tiongkok dan Rusia.

"Risiko perang saudara skala besar adalah nyata," kata utusan khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener kepada Majelis Umum setelah pemungutan suara.

"Waktu sangat penting. Kesempatan untuk membalikkan pengambilalihan militer semakin menyempit," ujarnya.

Baca Juga: Alvin Faiz Lebih Pilih Main Bola Dibanding Hadiri Sidang Cerai dengan Larissa Chou: Healing Pikiran

Beberapa negara yang abstain mengatakan krisis adalah masalah internal bagi Myanmar.

Sementara beberapa negara mengeluh itu tidak cukup mengatasi penderitaan Muslim Rohingya sekitar empat tahun setelah tindakan keras militer memaksa hampir satu juta orang untuk pergi dan melarikan diri dari Myanmar.

Duta Besar Uni Eropa untuk PBB Olof Skoog mengatakan resolusi PBB mengirimkan pesan yang kuat.

"Ini mendelegitimasi junta militer, mengutuk penyalahgunaan dan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri dan menunjukkan keterasingannya di mata dunia," katanya.

Baca Juga: Gagal Operasi Filler, Wanita ini Hampir Kehilangan Hidung dan Mulut

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sebelumnya pada hari Jumat mendorong Majelis Umum untuk bertindak.

"Kita tidak bisa hidup di dunia di mana kudeta militer menjadi norma. Ini sama sekali tidak dapat diterima," ujarnya.

Militer mengutip penolakan pemerintah untuk mengatasi apa yang dikatakannya sebagai penipuan dalam pemilihan November sebagai alasan kudeta.

Pengamat internasional mengatakan pemungutan suara itu adil.

Baca Juga: Pria Asal Malaysia Ini Mengaku Tidak Bersalah Usai Mencuri 58 Potong Pakaian Wanita

Diketahui Resolusi Majelis Umum tidak mengikat secara hukum tetapi membawa bobot politik.

Berbeda dengan Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara, tidak ada negara yang memiliki hak veto di Majelis Umum.

Pasukan junta telah membunuh lebih dari 860 orang sejak kudeta, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Junta mengatakan jumlahnya jauh lebih rendah.

Resolusi PBB menyerukan militer Myanmar untuk "segera menghentikan semua kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai" dan mengakhiri pembatasan di internet dan media sosial.

Baca Juga: Atta Halilintar Ditagih Utang Rp400 Juta oleh Pria yang Mengaku Suruhan Ummi Afif

Majelis Umum PBB juga meminta Myanmar untuk segera menerapkan konsensus lima poin yang dibuat junta dengan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada April untuk menghentikan kekerasan dan memulai dialog dengan lawan-lawannya.

ASEAN telah memimpin upaya diplomatik utama untuk menemukan jalan keluar dari krisis, tetapi terpecah pada hari Jumat karena tindakan PBB.

Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, dan Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun, yang mewakili pemerintah sipil terpilih di negara itu, memilih ya, sementara Brunei, Kamboja, Laos, dan Thailand abstain.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x