Yusri menyampaikan, dalam Pasal 368 KUHPidana hukumannya yaitu 9 tahun penjara, Pasal 289 KUHPidana ancaman hukumannya yakni 9 tahun penjara, Pasal 294 Ayat (2) KUHPidana hukumannya 7 tahun penjara, Pasal 378 KUHPidana hukumannya 4 tahun penjara, dan Pasal 267 Ayat (3) KUHPidana hukumannya 4 tahun penjara.
Yusri menambahkan, tersangka EFYS (34) juga berniat melarikan diri. Hal itu dibuktikan dengan dijualnya dua ponsel miliknya untuk membiayai tersangka dan teman wanitanya yang melakukan perjalanan darat (menggunakan bus umum) dari Jakarta menuju ke Balige, Sumatera Utara.
Baca Juga: Nafsu dan Butuh Uang Jadi Motif Kasus Pelecehan Dokter Rapid Tes, Polisi: Ngakunya Baru Sekali
“Tersangka juga melakukan perjalanan darat dimulai pada saat viralnya (melalui medsos) atas dugaan tindak pidana yang diduga dilakukan tersangka. Tersangka mulai tanggal 18 September 2020 (pada saat viralnya kejadian) menonaktifkan semua medsos yang dimiliki,” kata Yusri.
Lebih lanjut Yusri menjelaskan bahwa berdasarkan penyidikan polisi, tersangka EFYS (34) merupakan lulusan Universitas Swasta di Sumatera Utara dan sudah menjalani pengabdian, namun belum mengikuti UKDI (Ujian Kompetensi Kedokteran Indonesia).
“Tersangka bekerja sebagai tenaga kesehatan di fasilitas rapid test yang dikelola oleh PT Kimia Farma semenjak tanggal 13 Juli 2020 (selama 2 bulan, red),” urainya melanjutkan.
Baca Juga: Nafsu dan Butuh Uang Jadi Motif Kasus Pelecehan Dokter Rapid Tes, Polisi: Ngakunya Baru Sekali
Yusri mengatakan, dalam hal ini Polisi juga menyertakan beberapa ahli dalam kasus tersebut, di antaranya ahli pidana dari Universitas Tri Sakti atas nama dr Dian, ahli kesehatan dari Kementerian Kesehatan RI, dan petugas P2TP2A atas nama Ni Made Puspitasari S.Psi (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Kabupaten Gianyar Bali.***
Artikel Rekomendasi