PR PANGANDARAN - Seorang pemimpin gerakan Houthi yang berpihak pada Iran di Yaman pada Minggu tolak sanksi AS terhadap para pejabat militer.
Tak hanya tolak sanksi AS, ia juga mengancam kemungkinan serangan tak terduga yang diperluas terhadap "negara-negara agresor" setelah Washington mendesak kelompok itu untuk terlibat secara serius dalam upaya perdamaian.
Amerika Serikat (AS) pada Kamis memberlakukan sanksi terhadap dua pejabat militer Houthi yang memimpin serangan untuk merebut wilayah Marib Yaman.
Sanksi AS dijatuhkan kepada Houthi ketika utusan khusus AS di Yaman menyerukan de-eskalasi dan mendesak kesepakatan gencatan senjata.
Houthi telah berperang melawan koalisi militer pimpinan Arab Saudi selama lebih dari enam tahun dalam perang yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan mendorong Yaman ke ambang kelaparan.
"Sanksi tidak membuat takut para mujahidin," kata Mohammed Ali al-Houthi, kepala komite revolusioner tertinggi kelompok itu, dalam sebuah posting Twitter, seperti dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari Reuters.
Baca Juga: Tiongkok Berhasil Tekan Angka Perceraian hingga 70 Persen, Ini Penyebabnya
"Jika mereka melanjutkan blokade dan agresi, maka mungkin akan ada serangan di situs yang tidak terduga di beberapa negara penyerang," lanjutnya.
Gerakan itu terus melakukan serangan lintas batas ke Arab Saudi dan serangannya di Marib yang kaya gas di Yaman.
Serangan dilakukan setelah Riyadh pada Maret mengusulkan kesepakatan gencatan senjata nasional yang mencakup pembukaan kembali hubungan udara dan laut ke daerah-daerah yang dikuasai Houthi.
Tetapi Houthi bersikeras pembatasan dicabut di pelabuhan Hodeidah, pintu masuk utama impor komersial dan bantuan Yaman, dan bandara Sanaa sebelum pembicaraan gencatan senjata.
Koalisi pimpinan Saudi melakukan intervensi di Yaman pada Maret 2015 setelah Houthi menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional dari ibu kota, Sanaa, dalam konflik yang secara luas dipandang sebagai perang proksi antara saingannya, Arab Saudi dan Iran.
Utusan AS Tim Lenderking pada hari Kamis juga mendesak koalisi untuk menghapus pembatasan di semua pelabuhan dan bandara Yaman untuk meringankan apa yang dikatakan PBB sebagai krisis kemanusiaan terbesar di dunia.***