Disorot Media Asing, Orang Indonesia Berjuang Cari Pekerjaan karena Krisis Covid-19 Makin Memburuk

23 Juli 2021, 14:30 WIB
Ilustrasi pekerjaan staff arsitek.* //Pexels /Vojtech Okenka//

PR PANGANDARAN - Krisis akibat Covid-19 menjadikan Orang Indonesia harus berjuang untuk bertahan hidup dan mencari pekerjaan.

Pandemi Covid-19 telah membuat semua orang di dunia harus memutar otak karena krisis yang diakibatkan makin memburuk.

Adanya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) saat wabah Covid-19 menyebabkan kesusahan untuk mencari nafkah bagi sebagian orang Indonesia.

Baca Juga: Kisah Alfie Alfandy Diselamatkan Menjelang Ajal, Menangis Didatangi Sosok Hitam hingga Almarhum Uje

Pandemi Covid-19 dan pembatasan mobilitas diperkenalkan untuk menghentikan penyebaran virus, telah menjadi bencana bagi sebagian orang di Indonesia.

Dengan sedikit dukungan keuangan yang tersedia, keluarga menghadapi keputusan yang mustahil dengan memutuskan harus pergi keluar untuk mencari pekerjaan kecil yang tersedia, dan berisiko meninggal karena virus, atau mati di rumah karena Anda tidak mampu lagi bertahan hidup.

Adib Khumaidi, Ketua Tim Mitigasi Risiko Ikatan Dokter Indonesia, menyamakan krisis Covid-19 di Indonesia dengan survival of the fittest. “Dari Gugus Tugas Covid kita tahu bahwa kasus fatality rate saat ini 2,6%. Itu jumlah yang besar,” katanya.

Baca Juga: Meski Dihujat, Rizki DA Bersyukur Bisa Lewati Ujian Berat dengan Nadya Mustika: Masya Allah di Luar Dugaan

“Jika mereka terkena infeksi virus maka ada teori Charles Darwin; ada seleksi alam survival of the fittest. Jadi, kalau imunitasnya bagus, sehat, maka mereka akan bertaham jadi intinya, jangan sampai sakit,"tambahnya.

Pekan ini, Presiden Joko Widodo mengumumkan pembatasan darurat akan diperpanjang hingga 25 Juli karena lonjakan transmisi Covid-19 yang sedang berlangsung.

Sementara sebagian besar menerima bahwa tindakan pencegahan diperlukan untuk memperlambat peningkatan jumlah kasus di Indonesia, para aktivis hak asasi manusia khawatir bahwa, mengingat kurangnya dukungan keuangan, keputusan tersebut akan membuat hidup lebih sulit bagi yang paling miskin dan paling rentan.

Baca Juga: UPDATE: BLT BPUM UMKM 2021 Tahap 3 Segera Cair! Berikut Link dan Golongan yang Bisa Dapatkan Sumbangan

'Kami punya anak untuk diberi makan'

Pandemi telah mendorong angka kemiskinan Indonesia hingga 10,19%, level tertinggi sejak Maret 2017.

Tahun lalu Badan Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 27,55 juta pada September 2020, naik dari 24,79 juta pada tahun sebelumnya.

Baca Juga: Ilmuwan Inggris: Vaksin Covid-19 Pfizer Dosis Kedua Miliki 'Titik Manis' Usai Delapan Minggu

“Orang kaya bisa tinggal di rumah dengan mengandalkan pendapatan bulanan. Tapi kita harus pergi ke sana untuk mendapatkan uang setiap hari," ujarnya.

"Jika tidak, maka anggota keluarga kita yang masih sehat akan jatuh sakit karena kelaparan,” kata Eni Rochayati, koordinator Jaringan Miskin Kota Jakarta.

“Tetap di rumah, menggunakan masker, social distancing, semua ini tidak akan berhasil jika kita kelaparan. Kami tidak hidup sendiri. Kami punya keluarga, anak-anak untuk diberi makan,” kata Eni.

Baca Juga: Mbak You Sudah Ramal Kasus Tania Ayu? Ini Terawangan Soal Artis Inisial T Terseret Prostitusi

Pemerintah menggunakan segudang istilah periode pembatasan aktivitas publik dan pembatasan sosial skala besar penuh untuk menghindari penggunaan kata “lockdown”, kata Direktur Bantuan Hukum Jakarta Asfinawati.

Banyak yang menduga pemerintah melakukannya untuk menghindari keharusan memberikan dukungan sosial yang lebih besar, yang merupakan kewajiban menurut undang-undang negara tentang karantina kesehatan.

Di media sosial, video dan gambar petugas yang memaksa penjual makanan untuk menutup kios mereka telah menjadi viral selama beberapa minggu terakhir.

Baca Juga: Untuk Pertama Kalinya Para Ilmuwan Memetakan Interior Misterius Planet Mars

Seorang penjual makanan di Jakarta, Adi Paharoni, 30 tahun, mengaku sempat beberapa kali beradu mulut dengan petugas Dishub DKI Jakarta, setelah mereka memintanya untuk menutup warung makan kecilnya karena pembatasan, yang hanya mengizinkan penjual tetap buka pada waktu-waktu tertentu. hari, asalkan mereka mematuhi langkah-langkah kesehatan yang ketat. Dia biasanya menjual ayam bakar dan ikan di tendanya dari jam 5 sore sampai jam 8 malam.

“Saya mengatakan kepada petugas bahwa saya mengikuti semua protokol kesehatan. Saya bilang ke mereka kalau warung saya tutup, bagaimana saya dapat uang untuk menghidupi keluarga saya,” kata Adi.

“Jika mereka menutup tambang saya hari ini, saya akan membukanya lagi besok. Saya tidak peduli. Saya harus mendapatkan uang. Saya tidak bisa mengandalkan pemerintah,"imbuhnya.

Baca Juga: Selalu Gelap Sepanjang Hari, Kota Rjukan di Norwegia Dapatkan Sinar Matahari dari Ide Cermin Ini

Pada 17 Juli, ayah mertua Adi yang telah bertahun-tahun berjuang melawan TBC, meninggal di sebelah Adi, di dalam bajaj, kendaraan bermotor roda tiga, ketika mereka dalam perjalanan ke rumah sakit untuk mencari bantuan medis.

“Sekarang saya punya delapan orang untuk diberi makan; istri dan anak-anak saya, ibu mertua saya dan tiga saudara perempuan saya, ”kata Adi. “Ini sangat sulit tetapi saya tidak punya pilihan lain selain berjuang agar kita semua bisa hidup.”

Minggu ini, Jokowi mengatakan tambahan Rp55,21 triliun akan dialokasikan untuk anggaran perlindungan sosial.

Baca Juga: 'Lebih Agresif', Varian Delta Picu Lonjakan Covid-19 di AS hingga Rumah Sakit Terisi Penuh

Program bantuan untuk Covid-19 Indonesia telah terperosok dalam tuduhan korupsi.

Eni mengatakan, sejak pembatasan darurat diberlakukan, sebagian besar masyarakat belum menerima bantuan sosial dari pemerintah. Tahun lalu beberapa dari mereka menerima bantuan sosial, tetapi tidak sebanyak yang dijanjikan.

“[Pemerintah] bilang kami akan mendapat Rp300.000, tapi tahun lalu kami hanya menerima sekitar Rp120.000,” katanya.

“Ketika kami menerimanya, kami masih harus membaginya dengan tetangga lain yang tidak mendapatkannya,"sambungnya.

Aktivis menduga ada banyak kematian akibat Covid-19 yang tidak tercatat di antara orang miskin kota, yang tidak mampu untuk melakukan tes.***

 

Editor: Imas Solihah

Sumber: The Guardian

Tags

Terkini

Terpopuler