Selama persidangan, pengacara Tanveer, Muhammad Ramzan, berpendapat bahwa kliennya tidak waras pada saat kejadian dan mendesak pengadilan untuk mempertimbangkannya.
Namun, jaksa mengajukan laporan oleh dewan medis Institut Kesehatan Mental Punjab yang mengatakan dia layak untuk diadili karena tidak mengalami gangguan mental.
Baca Juga: WHO Luncurkan Strategi Global untuk Menghilangkan Meningitis di Seluruh Dunia
Undang-Undang penistaan agama era kolonial Pakistan diubah oleh mantan presiden, Zia Ul-Haq, pada 1980-an untuk meningkatkan beratnya hukuman.
Islamabad telah dituduh menggunakan undang-undang tersebut untuk mengadili minoritas agama dan sekte Islam seperti Syiah dan Ahmadiyah.
Setidaknya 1.472 orang telah didakwa di bawah hukum kejam di Pakistan sejak 1987. Menurut komisi AS untuk Kebebasan Beragama Internasional, ada sekitar 80 terpidana mati atau menjalani hukuman seumur hidup karena penistaan.
Baca Juga: Intip Ikatan Cinta 29 September 2021, Iqbal Mendengar Ini dari Alat Penyadap di Saku Reyna
Pada bulan Agustus, seorang anak laki-laki Hindu berusia 8 tahun menjadi orang termuda yang pernah didakwa dengan penistaan agama di negara itu. Bocah itu dituduh buang air kecil di perpustakaan sekolah Islam.
Keluarga anak laki-laki dan orang lain dari komunitas minoritas di distrik Rahim Yar Khan terpaksa melarikan diri setelah kerumunan mayoritas Muslim menyerang sebuah kuil Hindu setelah pembebasan anak dengan jaminan.
Pakistan telah melaporkan jumlah tertinggi insiden kekerasan masa sebagai akibat dari tindakan penistaan agama.***
Artikel Rekomendasi