Perang Saudara Armenia dan Azerbaijan Kian Sengit, Turki Malah Ambil Peran dalam Misi Penting

- 13 November 2020, 13:25 WIB
Ganasnya Militer Azerbaijan, Habisi 1.300 Prajurit Pemberontak Plus Armenia dalam Tempo Satu Bulan
Ganasnya Militer Azerbaijan, Habisi 1.300 Prajurit Pemberontak Plus Armenia dalam Tempo Satu Bulan /trend.az

PR PANGANDARAN – Perang saudara antara Armenia dan Azerbaijan masih menjadi perhatian dunia internasional.

Pasalnya kedua negara ini memperebutkan wilayah sengketa, Nargono-karabakh.

Permasalahan Nargono-karabakh bukanlah kali pertama dalam sejarah, tercatat perang ini telah dimulai sejak puluhan tahun yang lalu.

Baca Juga: Jumlah Mualaf di Prancis Meningkat Dua Kali Lipat, Ternyata Gegara Penghinaan Macron Terhadap Nabi

Baru-baru ini Nargono-karabakh kembali memanas, sehingga mencuri perhatian dunia internasional dalam menyelesaikannya.

Beberapa hari yang lalu kesepakatan damai didapatkan dari kedua negara berkonflik ini. Penengah dari konflik dua negara ini adalah Rusia.

Kemudian pendukung Azerbaijan, Turki ikut turut ambil suara di dalam konflik ini.

Baca Juga: Bertekad Bayar Denda Wanita Muslim Bercadar di Seluruh Dunia, Pengusaha Prancis Ini Siapkan Rp16,7 M

Beberapa hari setelah kesepakatan damai atas Nagorno-Karabakh dicapai, Turki memperingatkan Armenia bahwa mereka harus menanggung konsekuensi jika melanggar gencatan senjata.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan  konsekuensi yang harus diambil jika Armenia melanggar kesepakatan tersebut.

"Jika mereka ,Armenia melanggar gencatan senjata, maka mereka akan membayar harga untuk itu," kata Mevlut Cavusoglu sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari Aljazeera.

Baca Juga: Trump Bakal Kembali Calonkan Diri di Pilpres AS 2024, Mantan Kepala Staf: Dia Tak Suka Kekalahan!

Sebagaimana diketahui Ankara adalah sekutu terdekat Azerbaijan dalam perebutan Nagorno-Karabakh.

Turki juga merayakan kesepakatan perdamaian yang dicapai awal pekan ini antara Rusia, Azerbaijan, dan Armenia yang mendukung Baku.

Mevlut Cavusoglu juga mengatakan bahwa Armenia haruslah mematuhi kesepakatan tersebut dan berjanji tidak akan melanjutkan aksi militernya merebut wilayah Azerbaijan.

Baca Juga: Gaun yang Dipakai Jill Biden saat Pidato Kemenangan Sang Suami Ludes Hitungan Jam, Intip Harganya

“Armenia harus mematuhi kesepakatan dan menarik diri secara sukarela,” terang Cavusoglu menambahkan.  

Rabu yang lalu, Turki dan Rusia sepakat untuk bersama-sama mengoperasikan pusat untuk mengawasi perdamaian di Nagorno-Karabakh.

Delegasi Rusia akan mengunjungi Turki pada hari Jumat untuk membahas detail tentang bagaimana pusat gabungan akan beroperasi.

Baca Juga: Fakta Baru Kasus Video Syur Mirip Gisel, Roy Suryo: Kemiripan Wajah Rendah, Ada Maksud Terselubung?

Cavusoglu menambahkan bahwa drone bersenjata tak berawak akan melakukan misi pengawasan di wilayah tersebut untuk memastikan tidak ada pelanggaran.

"Kami akan terus mendukung Azerbaijan dan mendukung mereka sesuka mereka," tambahnya.

Rusia mengirim hampir 2.000 tentara ke wilayah itu untuk bertugas sebagai penjaga perdamaian.

Baca Juga: Fakta Baru Kasus Video Syur Mirip Gisel, Roy Suryo: Kemiripan Wajah Rendah, Ada Maksud Terselubung?

Pada hari Rabu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan Turki akan mengambil bagian dalam apa yang disebutnya sebagai ‘kekuatan perdamaian’ di wilayah tersebut.

Sementara Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan bahwa Turki tidak akan turun tangan atas permasalahan tersebut.

"Tidak ada unit penjaga perdamaian Republik Turki yang akan dikirim ke Nagorno-Karabakh", kata Sergey Lavrov.

Baca Juga: Kendala Listrik hingga Internet, Mendagri Pertanyakan soal Efektivitas 'SIREKAP' di Pilkada 2020

Para diplomat dari Prancis dan Amerika Serikat diharapkan berada di Moskow segera untuk membahas konflik Nagorno-Karabakh.

Kesepakatan yang ditengahi Rusia mengamankan teritorial Azerbaijan di Nagorno-Karabakh, tempat pasukan Azeri bertempur melawan pasukan etnis Armenia selama enam minggu terakhir.

Dalam pertempuran ini telah menewaskan lebih dari 1.000 orang, termasuk puluhan warga sipil di kedua negara.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Kwik Kian Gie Larang Rakyat Belanja di Mall Sebulan, Tinjau Kebenarannya

Kesepakatan itu telah memicu protes di Armenia atas pengunduran diri Perdana Menteri Nikol Pashinyan.

Sementara Armenia pada Kamis menangkap 10 tokoh oposisi terkemuka.

Kelompok tersebut telah menyerbu dan menggeledah gedung-gedung pemerintah pada hari Selasa karena persetujuan Pashinyan untuk mengakhiri pertempuran.

Jaksa mengumumkan penangkapan beberapa jam sebelum demonstrasi baru yang dipanggil oleh oposisi.

Baca Juga: Trump Gelar Pesta saat Pilpres, Kini Gedung Putih Dilaporkan Jadi Klaster Baru Penyebaran Covid-19

"Kami menganggap ini sebagai tindakan penganiayaan politik," kata Lilit Galstyan dari partai oposisi Dashnaktsutyun, yang melihat setidaknya dua anggotanya ditangkap.***

Editor: Ayunda Lintang Pratiwi

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah