Kerusuhan Prancis Berujung Tembakan Gas Air Mata, RUU Keamanan Publik Macron Didemo Massa

25 November 2020, 22:00 WIB
ilustrasi bendera Prancis. /Pixabay

PR PANGANDARAN - Massa berkumpul di Lyon malam ini, dengan beberapa membawa plakat bertuliskan ‘Tidak, ke polisi negara bagian’.

Rekaman dramatis di media sosial juga menunjukkan jalan-jalan dipenuhi asap tebal saat semburan api dan gas air mata dilemparkan. Orang-orang terlihat mengenakan pakaian gelap dan masker di wajah mereka saat mereka memadati jalanan dan jalanan.

"Polisi menggunakan gas air mata untuk #Lyon di mana beberapa ribu orang melakukan unjuk rasa melawan #LoiSecuriteGlobale,” kata saksi dalam cuitannya.

Baca Juga: Imbau Warga untuk Patuh Prokes Covid-19, Jakarta Tak Segan untuk Tarik Kembali 'Rem Darurat' PSBB

Kerusuhan terjadi karena RUU keamanan publik baru Macron, yang disetujui oleh anggota parlemen Prancis hari ini.

Undang-undang baru berarti bahwa berbagi foto petugas polisi tanpa menutupi wajah mereka adalah kejahatan bagi manusia.

Menerbitkan gambar di media sosial dengan tujuan merusak ‘integritas fisik atau psikologis’ petugas polisi juga dapat mengakibatkan hukuman penjara satu tahun atau denda hingga € 45.000 (sekira Rp758 juta kurs Rp14.000).

Baca Juga: Ditangkap atas Dugaan Korupsi Benih Lobster, Ini Barang Berharga Edhy Prabowo yang Disita oleh KPK

Tapi sejak undang-undang itu diusulkan bulan lalu, ada protes terhadapnya di kota-kota di Prancis, termasuk Paris, Lyon, Bordeaux dan Marseille.

Organisasi hak asasi manusia juga mengkritik RUU yang diusulkan karena mereka mengatakan RUU itu dapat membatasi kebebasan pers dan merusak potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh polisi yang dimintai pertanggungjawaban.

Ada juga keluhan bahwa susunan kata pada RUU tersebut terlalu samar.

"Jika undang-undang semacam itu ditegakkan sebagaimana adanya, itu akan merupakan pelanggaran serius terhadap hak atas informasi, untuk menghormati kehidupan pribadi dan kebebasan berkumpul secara damai, tiga syarat penting bagi hak untuk informasi, kebebasan berekspresi,” tulis Amnesty France mengatakan dalam sebuah pernyataan di situs web mereka yang dikutip dari Express.

Baca Juga: Mitos atau Fakta: Benarkah Nyeri Menstruasi akan Hilang Usai Melahirkan? Simak Penjelasan Dokter

"Ini dapat berkontribusi pada budaya impunitas yang pada akhirnya menodai citra polisi dan berkontribusi untuk merusak ikatan kepercayaan yang diperlukan antara polisi dan penduduk," sambungnya.

Parlemen Prancis menolak RUU serupa awal tahun ini. Tetapi Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin sejak itu mengatakan bahwa penting untuk melindungi mereka yang melindungi kita.

Kata-katanya muncul menyusul laporan bahwa petugas polisi telah melihat peningkatan target dan ancaman.

Baca Juga: Studi Baru Tunjukkan Plasma Konvalesen Bisa Berikan Manfaat untuk Pasien Covid-19 di Rumah Sakit

Beberapa demonstran di Paris pekan lalu mengatakan mereka mengira tujuan sebenarnya dari RUU itu untuk menghentikan media mengungkap kebrutalan polisi.

Tapi Gérald Darmanin, menteri dalam negeri Macron, mengatakan itu tidak benar.

Dia menulis di Twitter bahwa seorang jurnalis atau warga yang merekam operasi polisi tentu saja dapat terus melakukannya.

Baca Juga: Pamer Kenakan Rok Pendek Seharga Rp20,3 Juta, Luna Maya Bikin Netizen Tercengang: Mehong Banget

"Tapi mereka yang menyertai foto mereka dengan seruan untuk melakukan kekerasan sambil memberikan nama dan alamat polisi kami tidak akan lagi bisa melakukan itu," katanya.

Pengawasan terhadap polisi Prancis belakangan ini meningkat setelah sejumlah insiden terekam dan dibagikan di media sosial.

Satu insiden termasuk kematian seorang sopir pengiriman Paris, Cédric Chouviat, seorang ayah berusia 42 tahun dari lima anak, pada bulan Januari.

Baca Juga: Tolak Kebijakan Luar Negeri ala Trump, Biden akan Pulihkan Pengaruh AS ke Tatanan Tertinggi Dunia

Ms Chouviat terdengar mengatakan ‘Saya tercekik’ ketika tujuh petugas polisi menahannya dalam rekaman yang dengan cepat menjadi viral.

Tiga petugas polisi didakwa melakukan pembunuhan pada bulan Juli sehubungan dengan kematiannya.***

 

Editor: Nur Annisa

Sumber: Express

Tags

Terkini

Terpopuler