Sebut Perlakuan Macron Mirip Nazi, Pemerintah Prancis Kecam Keras Pernyataan Menteri Pakistan

- 23 November 2020, 06:30 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron.*
Presiden Prancis Emmanuel Macron.* /EURACTIV

PR PANGANDARAN – Prancis menuntut Pakistan menarik komentar yang dibuat oleh salah satu menterinya, yang mengatakan Presiden Emmanuel Macron memperlakukan Muslim seperti Nazi memperlakukan Yahudi dalam Perang Dunia II.

Komentar yang diposting di Twitter oleh Menteri Federal Pakistan untuk Hak Asasi Manusia Shireen Mazari pada Sabtu lalu dinilai sebagai bagian dari bentrokan antara Pakistan dan Prancis atas publikasi ulang karikatur Nabi Muhammad oleh majalah satir Prancis Charlie Hebdo.

Gambar-gambar tersebut telah memicu kemarahan dan protes di dunia Muslim, khususnya di Pakistan.

Baca Juga: Lakukan Penangkapan Terhadap 'Pemberontak Mekelle', Tentara Ethiopia akan Kepung Ibu Kota Tigray

Nabi sangat dihormati oleh umat Islam dan segala jenis penggambaran visual tentang dirinya dilarang dalam Islam. Karikatur yang dimaksud dipandang oleh umat Islam sebagai ofensif dan Islamofobia karena dianggap mengaitkan Islam dengan "terorisme".

"Macron melakukan kepada Muslim seperti yang Nazi lakukan terhadap orang Yahudi - anak-anak Muslim akan mendapatkan nomor ID (anak-anak lain tidak) seperti orang Yahudi dipaksa untuk mengenakan bintang kuning di pakaian mereka untuk identifikasi," kata Mazari dalam tweet yang menghubungkan ke artikel online yang awalnya melaporkan bahwa Prancis akan menerapkan sistem nomor ID untuk anak-anak Muslim dan kemudian memposting koreksi.

Dalam tweet tindak lanjut pada hari Minggu, Mazari menggandakan klaimnya menyusul kecaman oleh kementerian luar negeri Prancis pada Sabtu malam.

Baca Juga: Mitos atau Fakta: Benarkah Makan Malam Sebelum Tidur Bisa Sebabkan Gendut? Simak Penjelasannya

Juru bicara kementerian luar negeri Prancis Agnes von der Muhll mengatakan Paris memberi tahu kedutaan besar Pakistan tentang kecaman keras atas komentar tersebut.

“Kata-kata kebencian ini adalah kebohongan yang terang-terangan yang dijiwai dengan ideologi kebencian dan kekerasan. Fitnah seperti itu tidak layak untuk tingkat tanggung jawab ini. Kami menolak mereka dengan sangat tegas, ”katanya.

Pakistan kemudian dituntut untuk memperbaiki pernyataan ini.

Baca Juga: Ingatkan Soal Peran Generasi Muda, Wakil Ketua MPR: Negara Lain Sampai Iri dengan Potensi Kita

“Pakistan harus memperbaiki pernyataan ini dan kembali ke jalur dialog berdasarkan rasa hormat,” lanjutnya.

Parlemen Pakistan pada akhir Oktober mengeluarkan resolusi yang mendesak pemerintah untuk memanggil utusannya dari Paris, menuduh Macron menyebarkan kebencian terhadap Muslim.

Pada awal Oktober, Macron berpidato di mana dia menggambarkan Islam sebagai agama dalam krisis secara global dan mengatakan dia akan bekerja melawan separatisme Islam di Prancis.

Baca Juga: UMK Jawa Barat 2021: 17 Daerah Dinyatakan Naik, Banjar Tak Naik dan Masih Jadi yang Terendah

Dua minggu kemudian seorang guru sejarah Prancis, Samuel Paty  dipenggal di luar sekolahnya oleh seorang pria berusia 18 tahun asal Chechnya karena menunjukkan karikatur Nabi di kelas tentang kebebasan berbicara.

Macron memberikan penghormatan kepada Pat.  Sementara para pejabat Prancis mengatakan pemenggalan itu merupakan serangan terhadap nilai inti kebebasan berekspresi Prancis.

Serangan tersebut telah mendorong retorika yang lebih keras dari Macron terhadap apa yang dia sebut separatisme Islam.

Baca Juga: Tren Kebijakan AS akan Berubah Drastis, Joe Biden Perbesar Peluang Pendanaan Hijau di Indonesia

Sementara itu, ribuan orang di seluruh dunia Muslim telah memprotes Macron dan pemerintahannya.

Beberapa negara Muslim telah menyerukan boikot produk Prancis dan sejumlah media internasional serta sekutu Prancis mengkritik tindakan Macron dan pemerintahnya.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah