Waketum MUI Anggap Aneh Bila Ada Kapolri Non Muslim, Refly Harun Beri Komentar: Sah-sah Saja!

28 November 2020, 19:35 WIB
Refly Harun. /Instagram/@reflyharun

PR PANGANDARAN - Baru-baru ini, bergulir isu hangat soal pergantian Kapolri yang sebentar lagi akan berlangsung.

Pada Januari 2012 mendatang, Kapolri Jenderal Idham Azis diketahui akan pensiun dan posisinya tentu akan digantikan dengan seorang yang baru.

Perihal itu, banyak pihak yang lalu bertanya-tanya soal siapakah yang akan menggantikan Idham Azis sebagai Kapolri.

Baca Juga: Kabar Duka, Suami dari Mama Lita 'Master Chef Indonesia' Dikabarkan Meninggal Dunia

Salah satu pihak yang menanggapi hal itu adalah Wakil Ketua Umum Majelis (Waketum) Ulama Indonesia (MUI), Muhyiddin Junaidi.

Muhyiddin mengatakan bahwa dirinya menganggap aneh bila sosok yang nantinya menggantikan posisi Azis adalah seorang non Muslim.

Memang tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang penduduknya beragam dengan berbagai jenis suku, agama, ras, dan budaya.

Baca Juga: Membanggakan! TREASURE Raih 1st Win Seusai Debut sebagai 'Rookie of the Year' di Ajang AAA 2020

Kendati demikian, dalam keterangannya pada Rabu, 25 November 2020 lalu, Muhyiddin berpendapat bahwa akan sangat aneh jika nantinya ada pemimpin aparat keamanan yang berlatar belakang non Muslim menjadi pemimpin di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Menurut Muhyiddin, pejabat Kapolri yang beragama non Muslim berpotensi mengalami kendala psikologis dalam kinerjanya memimpin masyarakat mayoritas Islam.

Menyoal itu, pakar tata negara, Refly Harun menanggapinya lewat kacamata konstitus, demokrasi dan landasan bernegara Indonesia, yaitu pancasila bahwa negara ini adalah negara pluralis yang menghargai perbedaan, termasuk perbedaan agama.

Baca Juga: Resmi! Pemerintah Tetapkan 9 Desember sebagai Hari Libur Nasional Pilkada Serentak 2020

Oleh karena itu, Refly melihat bahwa sebetulnya pernyataan Waketum MUI tersebut sah sebagai sebuah aspirasi.

"Yang saya tidak setuju adalah menghentikan aspirasi, jadi aspirasi yang disampaikan Muhyiddin sah-sah saja, karena itu sebuah aspirasi, dia mewakili MUI" ujarnya, seperti dikutip Pangandaran.Pikiran-Rakyat com dari kanal YouTube Refly Harun pada Jumat, 27 November 2020.

Dengan latar belakangnya sebagai seorang Muslim dan juga memimpin sebuah lembaga Islam, pernyataan Waketum MUI tidak boleh dihalangi.

Baca Juga: Soal Kebijakan Ekspor Benih Lobster, Luhut: Tak Ada yang Salah, Kalau Bagus Kita Teruskan

"Tentu aspirasinya menginginkan Muslim dalam jabatan-jabatan yang penting, ya seperti Presiden, Wakil Presiden, Kapolri, Jaksa Agung, Panglima TNI dan lain sebagainya, itu adalah common sense (akal sehat) mereka, jadi sah-sah saja dan tidak boleh dihalangi," kata Refly.

Refly meminta kepada publik agar pernyataan Waketum MUI tersebut tidak harus dibesar-besarkan sebagai sebuah masalah serius.

Sebagai contoh, lanjut Refly, Presiden pertama RI, Soekarno pun pernah berkata tak ada salahnya jika muatan Islam mendominasi politik di Indonesia.

"Tidak boleh juga aspirasi itu dianggap sektarian, karena bung Karno sendiri pernah bilang begini ketika dia berpidato.

Baca Juga: Kerap Ejek Warga AS sebagai ‘Pocahontas’, Ini 7 Hal Terburuk yang Dilakukan Trump saat Jadi Presiden

"Nanti kalau di jembatan kemerdekaan tersebut bekerjalah sebaik-sebaiknya, kalau di antara UU yang mau dihasilkan itu ingin ajaran Islam sebanyak-banyaknya maka berjuanglah dalam pemilu agar wakil-wakil rakyat itu berasal dari golongan Muslim," tutur Refly.

Refly mengungkapkan bahwa aspirasi ini bukanlah sebuah pendekatan represif. Bahkan, nantinya keputusan akhir soal pergantian Kapolri pun tetap berada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Sederhana saja apakah Jokowi mau mendengarkan aspirasi dari MUI, atau dia lebih memperhatikan pendapat-pendapat anggota DPR dan lain sebagainya, itu tergantung Jokowi dengan mempertimbangkan baik dan buruknya," ungkapnya.

Baca Juga: Lakukan Penggeledahan Kantor KKP Terkait Kasus Edhy Prabowo, KPK Amankan Dokumen hingga Uang Tunai

Kendati demikian, Refly memiliki prinsip tersendiri bila diberi pilihan soal bagaimana kriteria seorang Kapolri, yaitu kapabilitas, integritas, dan sikap netral terhadap politik.

"Tiga hal itu menurut saya sebuah keharusan sebagai sebuah ukuran bagi pejabat publik lainnya juga. Jadi jangan angkat Kapolri yang berpihak misalnya, dalam Pemilu berpihak atau yang kapasitas dan integritasnya gak jelas," ungkapnya.

Termasuk juga, lanjut Refly, soal aspek keagamaan yang harus menjadi pertimbangan dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam.

Baca Juga: Bandingkan dengan Kasus sang Istri, Suami Vanessa Angel Heran ST dan MA Masih Berstatus Saksi

"Termasuk aspek keagamaan, kalau dia seorang non Muslim memang nanti akan terkendala kalau ada acara-acara yang mengharuskan seorang Kapolri ikut dalam ibadah misalnya, katakanlah acara-acara kemasyarakatan yang terkait dengan acara-acara keagamaan penduduk mayoritas," jelasnya.

 

***

 
Editor: Nur Annisa

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler